Selasa, 22 Februari 2011

Live In Indonesia : Bertindak Seperti Mesin

Aku tau dan merasakan dengan baik, apa yang terjadi di dalam negaraku, tak pernah kutemukan hal yang jika itu aku anggap baik ternyata tidak.

Seluruh system berfikir ku dikonstruksi, aku terikat dengan kebebasan ku disini. Banyak sekali aku temui orang-orang yang saling mengasihi dan memberi, tapi tak pernah bisa lebih dari itu. Bukannya aku meminta apa yang bukan hak ku, karena aku menghormati orang lain, tapi aku melihat dengan cukup jelas, bila orang-orang itu tidaklah seperti apa yang mereka kerjakan .

Aku sampai hari ini menginjakkan kaki ku di usia yang semakin menua dan telah terjebak dalam rotasi perkembangan zamanku, negaraku. Aku memang tak menyaksikan bagaimana hebatnya Tan Malaka dan para Founding Father bangsaku berjuang, akan tetapi aku merasakan dengan baik dan cukup hangat membekas dalam dadaku, bahwa mereka yang telah memberikan pondasi kehidupan berusaha melepaskan tanah air ku dari kekejian oaring-orang penjajah. Mereka berkorban dengan jalan mereka, karena aku tau mereka tidak akan pernah menghianati pengetahuannya.

Tapi aku belajar kembali sekarang, mencoba meneruskan apa yang mereka lakukan, apa yang telah mereka perjuangkan dengan meniru apa yang mereka lakukan dengan pemahaman ku.

Oh, baru aku sadar klo aku hanyalah bagian dari peniru, bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa plagiatism yang mencoba melawan kenaifan dengan belajar bagaimana membentuk idealisme dari mereka.

Seandainya, ah tidak juga, aku fikir setelah aku besar nanti akan menjadi seorang pemimpin yang membela hak-hak orang yang terpinggirkan. Seperti Soekarno Sang Penyambung Lidah Rakyat, atau mungkin Bung Hatta Sang Thinker Man dengan kesungguhan yang sangat luar biasa…. Sepertinya tidak juga, aku masih berpotensi untuk menjadi perusak, bahkan menghisap saudara sendiri, seperti kata Bung Pram tentunya. Jika aku tidak memiliki kecerdasan ekonomi–politik seperti yang di perjuangkan Marx di zamannya, seseorang yang humanis dan ahli politik, begitulah sejarah menyebutnya.

Sepertinya masih terlalu jauh jika aku berfikir seperti itu jika kebijaksanaan pun aku belum pahami. sampai hari ini. Akan tetapi aku tidak menemukan diriku, ya aku tidak menemukan diriku dalam setiap kehendak ku, apa yang aku lakukan dan ku kerjakan seperti sebuah mesin yang diperkosa oleh keinginan pembuatnya. Lalu siapa yang membuatku ? aku malu dengan pertanyaan itu, karena pertanyaan itulah yang menyeret ku masuk dalam ruang refleksi yang penuh dengan orang-orang munafik.

Ya seperti itulah aku, dengan lingkungan ku alam Indonesia yang membentuk bagaimana aku harus berfikir dan bertindak, kalau aku boleh meminjam istilahnya Marx, sebagai proletariat tentunya, bagian dari kelas yang tidak memiliki apa-apa dalam memproduksi ataupun berkreatifitas sebagai kelas tertindas.

Mahasiswa, Agent of social controling & Intelektual Organik : Center of Social Transformation and Social Philosophy

Oleh: Ilyas ariffudin
Ruang- ruang mediasi Intelektual yang dikonsumsi oleh peserta didik sebagai subjek pendidikan haruslah mendukung proses dialektika dan mengoptimalkan kinerja peserta pendidikan, mendorong terciptanya cara berfikir yang dialektis dan teoritis, dan kerangka paradigmatik pendidikan yang sedang berjalan haruslah sesuai dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi agar kesinambungan antara pengetahuan dan realitas, dan apa yang dinamakan Contribution knowledge dapat digerakan dan menjadi poros utama dalam memecahkan persoalan yang terjadi di ruang social. Dianamika social yang terjadi sekarang ini, harus di bentuk dan berlandaskan pada  sejarah yang lampau untuk menjadi kaca pengetahuan, dan untuk mengambil way out of problem secara hirarkis.

 Menciptakan kultur dialektik tidak cukup jika hanya dimulai dari ruang kelas saja yang bahkan ironinya justru ruang –ruang kelaslah yang mengungkung kekreatifitasan peserta didik dengan segala macam metode pengajaran yang dilakukan. Dari pemilihan paradigma yang dilaksanakan oleh ruang- ruang mediasi intelektual formal yang selanjutnya akan di transformasikan oleh pengajar menjadi suatu metode belajar pun dinilai kurang cermat. Sejauh yang masyarakat terima saat ini dalam pendidikan di kelas-kelas formal hanyalah akan membentuk karakter seorang individual yang positivistic. Yang memandang segala sesuatunya adalah keharusan alam dan harus diteliti dengan ilmu sains adalah tindakan manipulatif untuk melancarkan kegiatan eksploitatifnya. Kritik paradigma pendidikan yang sedang dijalankan saat ini (paradigma positivisme-logis), yang mana dipahami berakar pada paradigma liberal dan ideology yang sedang mendominasi (Kapitalis) adalah upaya untuk mengcounter segala macam aparatus ideologinya yang akan ataupun sudah diterapkan.


Mahasiswa dan Agent of social control, dua term yang dinilai sama tetapi terjadi perbedaan ketika sudah berbenturan dengan mekanisme tugas dan fungsinya. Sesuai dengan kapasitas intelektualnya masing-masing. Maqom Agent of social control yang dilekatkan pada mahasiswa secara generik adalah bias dan mendramatisir suatu predikat, bahwa tidak semua mahasiswa memiliki nalar transformatif ketika menjalankan fungsinya, fakta berbicara, ketika tumbangnya rezim fasisme (ORBA) di Indonesia pada tahun ‘98 ataupun lengsernya Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia adalah salah satu rangkaian awal terbentuknya term Agent of social control yang di lekatkan kepada mahasiswa, dan yang terjadi saat ini, dengan semakin adaptifnya ideology yang mendominasi secara progressive mencoba meng-kooptasi dan menghegemoni pola fikir masyarakat, mahasiswa pada khususnya. Dengan dalih modernisasi yang di lontarkan untuk kesejahteraan bersama.

Mahasiswa & Modernisasi
Selain mengaplikasikan theory secara kontekstual, bergerak dinamis mencakup, agitasi, propagandis serta organisatoris adalah ciri intelektual organic yang di jabarkan oleh Gramsci, seorang intelektual yang bergerak di ranah social berkebangsaan italia. Konsep idealitas mahasiswa, rasional teoritis atau berfifkir ilmiah telah usang tertutup arus perkembangan peradaban berkat peran kapitalis. Pola fikir yang ditawarkan, positivism telah menghancurkan cara berfikir dialektis yang pada akhirnya bukanlah mencegah akan tetapi mengambil manfaat dari setiap kejadian yang terjadi. Memunculkan watak opotunististik yang hanya ingin mengambil suatu keuntungan yang bila hal itu diteruskan akan membuat kondisi masyarakat (social) tidaklah akan harmonis karena berakhir pada sisi individualistik

Jika kita kembali mengkorelasikan permasalahan yang sedang terjadi dipublik dengan pendidikan yang telah ada saat ini yang dengan salah satu semboyan yang terkenal “long life education” adalah kontras, dan ruang kelas formal justru menjadi instrument yang paling berpengaruh besar terciptanya struktur ataupun formasi social yang “tidak realistis”. Dan kaum intelektual, mahasiswa pada khususnya selaku pihak yang ikut mengambil peran dalam akselerasi pendidikan yang sedang terjadi harus bisa menempatkan ilmu pengetahuan sebagai poros utama perkembangan zaman dan akan selalu dipertanyakan kontribusi dan tanggung jawabnya oleh lingkungan sosial.

Senin, 04 Oktober 2010

Materialisme Sejarah



Dasar Pemikiran materialisme sejarah adalah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan atau dideterminasikan oleh perkembangan sarana – sarana produksi materiil. Jika sebagai contoh kita memilih pengelolaan tanah, maka perkembangan sarana -sarana produksinya adalah; tugal, cangkul, bajak, mesin, dan sebagainya. Disini sarana – sarana produksi menentukan hubungan- hubungan produksi. Dengan hubungan produksi tersebut menjadikan hubungan manusia satu sama lain dibangun atas dasar kedudukannya dalam proses produksi. Mode of production, begitu bangunan suprastruktur ini biasanya disebut. Dengan pandangan materialisme sejarah ini, selanjutnya berimplikasi pula pada pandangan bahwa gejala – gejala yang ada pada masyarakat seperti hukum, tata politik, filsafat, kesenian, moral dan agama ditentukan dan merupakan cerminan dari basis ekonomi yang merupakan dasarnya.

Untuk memaklumi pandangan Marx semacam itu kita dapat menelaah 5 prinsip yang dipegang Marx dengan cukup teguh di masa kematangannya.
(1)Konsepsi, untuk mana Marx sangat berhutang budi pada hegel tentang swa penciptaan (self creation) manusia yang progresif. (2)Gagasan tentang keterasingan. Meskipun istilah 'keterasingan' sebenarnya kurang disukai marx, namun pokok-pokok pikiranya menuju kearah sana, di mana ia menelusuri pertumbuhan dari pembagian kerja dan munculnya kepemilikan pribadi, yang puncaknya merupakan proses pengasingan kaum tani dari penguasaan atas prasarana produksi mereka. Demikian pula halnya yang terjadi pada buruh. (3)Sebuah konsep dasar dari semacam orde sosial yang diharapkan dan di duga akan menggantikan kapitalisme. (4)Marx memilih untuk meninggalkan filsafat dan mengutamakan suatu pendekatan sosial dan historis. (5)Suatu konsep ringkas tentang praxis yang revolusioner, di mana hanya dengan bersatunya teori dan praktek, dengan bersambungnya pengertian teoritis dan kegiatan politik praktis, perubahan sosial bisa dibuat menjadi kenyataan.

Buah karya pertam setelah bersatunya Marx dan Engels adalah keluarga kudus. Karya yang banyak menimbulkan polemik ini, mulai ditulis pada akhir tahun 1884. bagian terbesar dari buku ini merupakan karya Marx yang menceritakan putusnya hubungan Marx dengan pemudu-pemuda pengikut Hegel. Tak lama kemudian ideology jerman menyusul yaitu ditulis pada tahun 1845-1846. karya ini pada dasarnya merupakan suatu karya kritik, yang untuk pertama kalinya Marx mengemukakan pernyataan umum mengenai prinsip-prinsip materialisme sejarah.

Di dalam buku ideology jerman, Marx memulai dari fakta-fakta nyata sederhana. Untuk hidup, manusia harus memproduksi alat penyambung hidupnya (makanan, minuman, tempat tinggal, dan sebagainya). Untuk melakukannya, mereka harus bekerja sama dalam suatu pembagian kerja. Setiap tingkat perkembangan produksi itu sendiri adalah hasil dari perkembangan sejarah dan hasil pencapaian dari generasi manusia sebelumnya. Perkembangan produksi mengharuskan keterlibatan bentuk-bentuk kerja sama, pembagian kerja, dan karenanya juga orientasi kemasyarakatan. Masyarakat berubah melalui serentetan tingkat yang ditandai dengan berbagai bentuk pemilikan. Pemilikan komunal masyarakat kuno didasarkan pada peranan budak, pemilikan feodal (tanah) atas pemerasan hamba. Pemilikan perorangan borjuis atas eksploitasinya terhadap proletariat pekerja upahan yang tidak memiliki apa-apa. Setiap tingkatan bentuk produksi adalah lebih tinggi dari yang dulu. Setiap tingkat menyediakan syarat bagi yang akan datang. Perkembangan kapitalis akan menciptakan pemiskinan proletariat oleh kapitalisme. Komunisme adalah bentuk sejarah yang tak terhindarkan.

Apabila Hegel menganggap Roh (ide atau akal) sebagai asas kenyataan sejarah, maka marx dalam materialisme sejarahnya bertolak dari kemasyarakatan yang historis, dunia rohani timbul dari itu. Dilihat dari segi ekonomis, maka kenyataannya masyarakat dikuasai oleh hubungan-hubungan ekonomis dan produksi; ini merupakan basic struktur dari politik-sosial-keagamaan masyarakat dari seluruh kehidupan kultural. Masyarakat borjuis kapitalis sekarang, seperti halnya periode-periode yang mendahuluinya, mengandung antagonisme sosial, yang disebabkan oleh cara-cara produksi kapitalis. “sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah pertentangan kelas.”

Dengan adanya perkembangan yang hebat dari kekuasaan industri dan ilmu pengetahuan, maka timbulah kontradiksi yang tajam. Alat mesin dapat mempersingkat kerja dan memberi lebih banyak keuntungan, tetapi juga dapat menyebabkan kelaparan dan kerja lembur. Manusia menjadi tuan dari alam, tapi bersamaan dengan itu menjadi budak dari manusia yang lainnya. Antagonisme industri modern dan ilmu pengetahuan disatu pihak, dan kemiskinan serta korupsi di pihak lain. Ini menyebabkan adanya antagonisme sosial atau pertentangan kelas. Yaitu dua kelompok yang saling bertentangan: borjuasi dan proletariat, tuan dengan budak, penindasan dengan yang tertindas. Emansipasi individu akan tercapai dengan jalan menggulingkan tertib masyarakat yang ada. Proletariat, sebuah bangsa terpilih dari konsep materialisme sejarah, adalah satu-satunya kekuatan revolusioner yang mempunyai potensi untuk menumbangkan masyarakat kapitalistis dan membangunkan masyarakt komunis yang dicita-citakan.

Hanya proletariatlah yang merupakan kelas progresif sebenarnya dengan misi universal, karena mereka dilarang mengenyam hak-hak istimewa masyarakat yang vested. Gerakan kaum proletar adalah suatu kesadaran diri dan gerakan yang tidak tergantung dari mayoritas besar. Setelah mencapai kemenangan, proletariat tidak akan menjadi kelas yang berkuasa, tetapi supremasi akan dihapuskannya. Disitu tidak akan ada pertentangan kelas, tetapi suatu kehidupan bersama, dimana setiap orang dapat berkembang dengan bebas, untuk perkembangan bebas dari semua orang! Jadi 'kerajaan tuhan', namuna tanpa tuhan, dan berada di dunia. Inilah tujuan akhir dari cita-cita marx dengan materialisme sejarahnya.


Daftar pustaka:
Giddens, Anthony. kapitalisme dan Teori-teori sosial modern. Jakarta: UI press 1986.
Bertens,K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: kanisius 1990.
Brewer, anthony. Kajian kritis Das Kapital Karl Marx. Jakarta: teplok press 1999.

PENDIDIKAN DAN FILSAFAT SOSIAL


  
oleh : Ilyas ariffudin

Dewasa ini , untuk kesekian kalinya pendidikan tengah di uji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, yakni antara melegitimasi atau melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada, ataupun pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. “
.- Mansour Faqih-.
IDEOLOGY PENDIDIKAN
( HENRY GIROUX AND ARONOWITZ – 1985)
·         Paradigma Konservative
Perubahan sosial bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir tuhan,semua berada di tangan tuhan. Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna dibalik itu semua, dengan pandangan seperti itu, kaum konservative lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.

Selanjutnya paradigma konservative cenderung menyalahkan subjeknya, masyarakat bodoh, menderita, miskin, buta huruf, tertindas menjadi demikian karena salah mereka sendiri (naif)
karena banyak oranglain yang bisa bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang kesekolah dan belajar untuk berprilaku baik dan oleh oleh karenanya tidak merasakan kepedihan, kaum miskin haruslah sabar dan belajar untuk menunggu sampai giliran mereka datang. Paradigma konservative menganggap kebahagiaan dan kebebasan akan datang pada saatnya nanti. Kaum konservative sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dan menghindarkan konflik serta kontradiksi.

·         Paradigma Liberal
Golongan ini berangkat dari keyakinan, “ bahwa ada masalah di dalam masyarakat, tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat “, akan tetapi ini sangata bertolak belakang dengan apa yang terjadi. Kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi “ kosmetik “ seperti : perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memodernkan peralatan sekolah dengan dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif, seperti kelompok dinamic (group dynamic). “ Learning by doing “ , “eksperimental learning”, ataupun bahkan CBSA dan sebagainya yang justru menjadi titik lemah yang mengakibatkan pendidikan tidak seperti anggapan awal paradigma ini karena bila telah terjadi experimental learning pendidikan semakin terdorong kearah ekonomi dan terciptanya komersialisasi pendidikan.

Kaum liberal beranggapan bahwa masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas, dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender di masyarakt luas. Bahkan “ structure fungsionalisme “ (salah satu aliran pendidikan liberal) justru dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan memproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai agar masyarakt luas berfungsi secara baik.

  • Pada saat ini yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan non formal lainnya seperti pelatihan adalah menggunakan pendekatan ini (Liberal).

Akar dari pendidikan ini adalah liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak dan kebebasan, serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara instrumental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Berakar pada cita-cita barat tentang Individualisme. Ide politik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan kapitalisme.

Pengaruh liberalisme dalam pendidikan, dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya,. Komponen pertama adalah pengaruh filsafat barat tentang model manusia universal yakni model manusia Amerika dan Eropa. Model tipe ideal mereka adalah manusia “ Rational liberal ” seperti :
·         Bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektualnya.
·         Baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal.
·         Individualis “ yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik & otonom (Bay, 1988)
Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan. Dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.

  • Terlihat dalam proses pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perangkingan untuk menentukan murid terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan ini.

Pengaruh pendidikan juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan “Andragogy” seperti dalam “Training Management”, kewiraswastaan, manajemen lainnya, Achievment Motivation Training (AMT) yang diciptakan oleh David Mclelland adalah contoh terbaik pendekatan liberal. Mclelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ke tiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach :

1.      Suka berkompetisi memakai cara pribadi.
2.      Ingin memperoleh bagian yang lebih banyak.
3.      Keunggulan merupakan hal yang memuaskan.
4.      Suka menyibukan diri dalam kegiatan pribadi.
5.      Peka terhadap permasalahan.
6.      Suka terlibat pembicaraan.
7.      Pemikiran yang akan datang lebih mendominasi.
8.      Berani mengambil resiko.
9.      Rasa tanggung jawabnya besar.
10.  Tekadnya kuat terhadap ke inginan pribadi.
11.  Terbuka dan sportif.
12.  Suksesnya kelompok dianggap suksesnya pribadi.
13.  Suka mengatasi masalah secara unik.

Oleh karena sarat pembangunan bagi dunia ke 3 adalah perlu virus “N Ach” yang membuat individu agresive& rasional. (Mclelland, 1961). Berbagai pelatihan pengambangan Masyarakat (community development) seperti usaha bersama, pertanian & lain sebagainya, umumnya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini.

  •   Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial juga menjadi dasar yang dominan bagi model pendidikan ini (liberal). Positivisme pada dasarnya di pinjam dari pandangan, metode dan tekhnik ilmu alam dalam memahami realitas.

Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang di kembangkan dengan mengambil cara ilmu alam mengambil benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalitas dan generelisasi. Melalui metode determinasi “fixed law” atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal adalah “apropiate” untuk semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan metode ilmiah, yakni obyektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverivikasi dengan metode scientific. Dengan kata lain positivisme mensaratkan pemisahan fakta dan values. Dalam rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial.

Ø  Kritik terhadap positivisme
Habermas melakukan kritik terhadap positivisme dengan menjelaskan sebagai berikut :
1.      Apa yang disebutnya sebagai instrumental knowledge atau positivisme dimana tujuan pengetahuan adalah untuk mengontrol, memprediksi, memanipulasi dan eksploitasi terhadap obyeknya.
2.      Hermeneutic Knowledge” yakni suatu pendekatan yang dengan ke 2 pendekatan sebelumnya. Pendekatan ini menempatkan ilmu pengetahuan sebagai katalys untuk membebaskan potensi manusia.
Pradigma pendidikan liberal pada dasarnya sangatlah positivistik.

·         Paradigma Kritis
Jika bagi konservative pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara liberal untuk perubahan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.Pendidikan Bagi Mereka adalah Perjuangan Politik”

Kelas dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula dalam dunia pendidikan, paham ini bertentangan dengan pandangan kaum liberal dimana pendidikan dianggap terlepas dari persoalan kelas dan gender yang ada dalam masyarakt. Dalam perspektive kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap “ the dominant ideology “ kearah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersilap obyektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme.

  • Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominasi sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil & yang tertindas untuk menciptakan sistem sosial baru dan lebih adil.

Dalam perspektive kritis pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas pendidikan adalah :

Memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil”.