Selasa, 22 Februari 2011

Live In Indonesia : Bertindak Seperti Mesin

Aku tau dan merasakan dengan baik, apa yang terjadi di dalam negaraku, tak pernah kutemukan hal yang jika itu aku anggap baik ternyata tidak.

Seluruh system berfikir ku dikonstruksi, aku terikat dengan kebebasan ku disini. Banyak sekali aku temui orang-orang yang saling mengasihi dan memberi, tapi tak pernah bisa lebih dari itu. Bukannya aku meminta apa yang bukan hak ku, karena aku menghormati orang lain, tapi aku melihat dengan cukup jelas, bila orang-orang itu tidaklah seperti apa yang mereka kerjakan .

Aku sampai hari ini menginjakkan kaki ku di usia yang semakin menua dan telah terjebak dalam rotasi perkembangan zamanku, negaraku. Aku memang tak menyaksikan bagaimana hebatnya Tan Malaka dan para Founding Father bangsaku berjuang, akan tetapi aku merasakan dengan baik dan cukup hangat membekas dalam dadaku, bahwa mereka yang telah memberikan pondasi kehidupan berusaha melepaskan tanah air ku dari kekejian oaring-orang penjajah. Mereka berkorban dengan jalan mereka, karena aku tau mereka tidak akan pernah menghianati pengetahuannya.

Tapi aku belajar kembali sekarang, mencoba meneruskan apa yang mereka lakukan, apa yang telah mereka perjuangkan dengan meniru apa yang mereka lakukan dengan pemahaman ku.

Oh, baru aku sadar klo aku hanyalah bagian dari peniru, bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa plagiatism yang mencoba melawan kenaifan dengan belajar bagaimana membentuk idealisme dari mereka.

Seandainya, ah tidak juga, aku fikir setelah aku besar nanti akan menjadi seorang pemimpin yang membela hak-hak orang yang terpinggirkan. Seperti Soekarno Sang Penyambung Lidah Rakyat, atau mungkin Bung Hatta Sang Thinker Man dengan kesungguhan yang sangat luar biasa…. Sepertinya tidak juga, aku masih berpotensi untuk menjadi perusak, bahkan menghisap saudara sendiri, seperti kata Bung Pram tentunya. Jika aku tidak memiliki kecerdasan ekonomi–politik seperti yang di perjuangkan Marx di zamannya, seseorang yang humanis dan ahli politik, begitulah sejarah menyebutnya.

Sepertinya masih terlalu jauh jika aku berfikir seperti itu jika kebijaksanaan pun aku belum pahami. sampai hari ini. Akan tetapi aku tidak menemukan diriku, ya aku tidak menemukan diriku dalam setiap kehendak ku, apa yang aku lakukan dan ku kerjakan seperti sebuah mesin yang diperkosa oleh keinginan pembuatnya. Lalu siapa yang membuatku ? aku malu dengan pertanyaan itu, karena pertanyaan itulah yang menyeret ku masuk dalam ruang refleksi yang penuh dengan orang-orang munafik.

Ya seperti itulah aku, dengan lingkungan ku alam Indonesia yang membentuk bagaimana aku harus berfikir dan bertindak, kalau aku boleh meminjam istilahnya Marx, sebagai proletariat tentunya, bagian dari kelas yang tidak memiliki apa-apa dalam memproduksi ataupun berkreatifitas sebagai kelas tertindas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar