Senin, 04 Oktober 2010

PENDIDIKAN DAN FILSAFAT SOSIAL


  
oleh : Ilyas ariffudin

Dewasa ini , untuk kesekian kalinya pendidikan tengah di uji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, yakni antara melegitimasi atau melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada, ataupun pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. “
.- Mansour Faqih-.
IDEOLOGY PENDIDIKAN
( HENRY GIROUX AND ARONOWITZ – 1985)
·         Paradigma Konservative
Perubahan sosial bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara saja. Ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir tuhan,semua berada di tangan tuhan. Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya dia yang tahu makna dibalik itu semua, dengan pandangan seperti itu, kaum konservative lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.

Selanjutnya paradigma konservative cenderung menyalahkan subjeknya, masyarakat bodoh, menderita, miskin, buta huruf, tertindas menjadi demikian karena salah mereka sendiri (naif)
karena banyak oranglain yang bisa bekerja keras dan berhasil meraih sesuatu. Banyak orang kesekolah dan belajar untuk berprilaku baik dan oleh oleh karenanya tidak merasakan kepedihan, kaum miskin haruslah sabar dan belajar untuk menunggu sampai giliran mereka datang. Paradigma konservative menganggap kebahagiaan dan kebebasan akan datang pada saatnya nanti. Kaum konservative sangat melihat pentingnya harmoni dalam masyarakat dan menghindarkan konflik serta kontradiksi.

·         Paradigma Liberal
Golongan ini berangkat dari keyakinan, “ bahwa ada masalah di dalam masyarakat, tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat “, akan tetapi ini sangata bertolak belakang dengan apa yang terjadi. Kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi “ kosmetik “ seperti : perlunya membangun kelas dan fasilitas baru, memodernkan peralatan sekolah dengan dengan pengadaan komputer yang lebih canggih dan laboratorium serta berbagai usaha untuk menyehatkan rasio murid-guru. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif, seperti kelompok dinamic (group dynamic). “ Learning by doing “ , “eksperimental learning”, ataupun bahkan CBSA dan sebagainya yang justru menjadi titik lemah yang mengakibatkan pendidikan tidak seperti anggapan awal paradigma ini karena bila telah terjadi experimental learning pendidikan semakin terdorong kearah ekonomi dan terciptanya komersialisasi pendidikan.

Kaum liberal beranggapan bahwa masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas, dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender di masyarakt luas. Bahkan “ structure fungsionalisme “ (salah satu aliran pendidikan liberal) justru dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan memproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai agar masyarakt luas berfungsi secara baik.

  • Pada saat ini yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan non formal lainnya seperti pelatihan adalah menggunakan pendekatan ini (Liberal).

Akar dari pendidikan ini adalah liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak dan kebebasan, serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara instrumental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Berakar pada cita-cita barat tentang Individualisme. Ide politik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas menengah yang diuntungkan kapitalisme.

Pengaruh liberalisme dalam pendidikan, dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya,. Komponen pertama adalah pengaruh filsafat barat tentang model manusia universal yakni model manusia Amerika dan Eropa. Model tipe ideal mereka adalah manusia “ Rational liberal ” seperti :
·         Bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektualnya.
·         Baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal.
·         Individualis “ yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik & otonom (Bay, 1988)
Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan. Dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.

  • Terlihat dalam proses pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perangkingan untuk menentukan murid terbaik adalah implikasi dari paham pendidikan ini.

Pengaruh pendidikan juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan “Andragogy” seperti dalam “Training Management”, kewiraswastaan, manajemen lainnya, Achievment Motivation Training (AMT) yang diciptakan oleh David Mclelland adalah contoh terbaik pendekatan liberal. Mclelland berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ke tiga karena mereka tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach :

1.      Suka berkompetisi memakai cara pribadi.
2.      Ingin memperoleh bagian yang lebih banyak.
3.      Keunggulan merupakan hal yang memuaskan.
4.      Suka menyibukan diri dalam kegiatan pribadi.
5.      Peka terhadap permasalahan.
6.      Suka terlibat pembicaraan.
7.      Pemikiran yang akan datang lebih mendominasi.
8.      Berani mengambil resiko.
9.      Rasa tanggung jawabnya besar.
10.  Tekadnya kuat terhadap ke inginan pribadi.
11.  Terbuka dan sportif.
12.  Suksesnya kelompok dianggap suksesnya pribadi.
13.  Suka mengatasi masalah secara unik.

Oleh karena sarat pembangunan bagi dunia ke 3 adalah perlu virus “N Ach” yang membuat individu agresive& rasional. (Mclelland, 1961). Berbagai pelatihan pengambangan Masyarakat (community development) seperti usaha bersama, pertanian & lain sebagainya, umumnya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini.

  •   Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial juga menjadi dasar yang dominan bagi model pendidikan ini (liberal). Positivisme pada dasarnya di pinjam dari pandangan, metode dan tekhnik ilmu alam dalam memahami realitas.

Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang di kembangkan dengan mengambil cara ilmu alam mengambil benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalitas dan generelisasi. Melalui metode determinasi “fixed law” atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal adalah “apropiate” untuk semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan metode ilmiah, yakni obyektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverivikasi dengan metode scientific. Dengan kata lain positivisme mensaratkan pemisahan fakta dan values. Dalam rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial.

Ø  Kritik terhadap positivisme
Habermas melakukan kritik terhadap positivisme dengan menjelaskan sebagai berikut :
1.      Apa yang disebutnya sebagai instrumental knowledge atau positivisme dimana tujuan pengetahuan adalah untuk mengontrol, memprediksi, memanipulasi dan eksploitasi terhadap obyeknya.
2.      Hermeneutic Knowledge” yakni suatu pendekatan yang dengan ke 2 pendekatan sebelumnya. Pendekatan ini menempatkan ilmu pengetahuan sebagai katalys untuk membebaskan potensi manusia.
Pradigma pendidikan liberal pada dasarnya sangatlah positivistik.

·         Paradigma Kritis
Jika bagi konservative pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara liberal untuk perubahan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.Pendidikan Bagi Mereka adalah Perjuangan Politik”

Kelas dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin pula dalam dunia pendidikan, paham ini bertentangan dengan pandangan kaum liberal dimana pendidikan dianggap terlepas dari persoalan kelas dan gender yang ada dalam masyarakt. Dalam perspektive kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap “ the dominant ideology “ kearah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersilap obyektif maupun berjarak dengan masyarakat (detachment) seperti anjuran positivisme.

  • Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominasi sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil & yang tertindas untuk menciptakan sistem sosial baru dan lebih adil.

Dalam perspektive kritis pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas pendidikan adalah :

Memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar